"Mas, coffee latte nya satu". Hari ini, aku memesan kopi di cafe yang terbilang sudah sangat ramai.
Wajar saja, karena jam jam sore ini adalah jam mahasiswa mengerjakan tugas mereka dengan ditemani secangkir kopi yang enak dari owl cafe ini.
Aku akhirnya mendapatkan tempat duduk yang berada hampir di bagian belakang cafe. Bagian terbaiknya adalah karena tempat duduk ku berada tepat di samping jendela.
Aku kini mengeluarkan satu novel yang baru saja aku beli di toko buku samping kampus ku, dan laptop ku yang akan aku gunakan untuk mengerjakan tugas. Setidaknya, itu yang akan aku lakukan sampai coffee latte pesanan ku jadi.
"Halo kak, ini coffee latte nya!. Selamat menikmati, semangat ngerjain tugasnya kak!" Pelayan itu tersenyum manis kepadaku, tubuhnya tinggi menjulang. Agak jomplang kalau kita bersebelahan, aku mengucapkan terimakasih sampai ia kembali berkata.
"Karena kakak termasuk mahasiswi, khusus hari ini dan jam ini kita lagi ngasih beberapa kue kue kering gratis kak!. Semacam launching makanan khusus untuk para mahasiswa/i, semoga kakak suka ya". Untuk aku yang jarang tersenyum, melihat lelaki itu tersenyum rasanya agak melelahkan.
"Wah terimakasih banyak ya" aku mengucapkannya sambil tersenyum, salah satu bentuk menghargai usahanya yang bahkan tidak pernah berhenti tersenyum.
Sore ini kembali ku lanjutkan dengan membaca novel baru ku sambil sesekali menyesap coffee latte ku, suasananya terbilang cukup berisik karena beberapa mahasiswa datang bersama temannya sehingga menjadikan cafe ini sebagai tempat mengobrol mereka.
Tidak ada yang melarang, karena aku juga sering begitu ketika menjadikan owl cafe sebagai tempat berkumpul ku dengan teman teman ku.
Aku melakukan peregangan ringan setelah semua tugasku selesai, coffee latte ku juga sudah habis, hanya tersisa beberapa lembar novel yang belum selesai aku baca.
Mataku melirik sekitar, sudah se-sepi itu ternyata, tinggal sepasang kekasih yang kini sudah bersiap untuk pulang. Dan aku sendiri.
Aku mulai membereskan semua barang barang ku, tak lupa menyalakan ponsel yang ternyata kuatur menjadi mati daya nya.
Notifikasi notifikasi mulai bermunculan, mulai dari kakak cowok ku, mami, bahkan papa yang jarang sekali menelpon atau mengirim pesan kepadaku.
"Haishh, keasikan" kekehan seseorang seolah menjawab gerutu an ku. Aku melirik kesamping, mendapati pelayan lelaki yang tadi membawakan coffee latte ku dan menawarkan kue kering kepadaku.
"Belum pulang?" Tanya nya yang terkesan seperti basa basi.
"Ya iyalah, ini masih disini" aku berdecak kemudian mengambil tas ku untuk segera pulang. Ia terkekeh lagi, kemudian mengajakku untuk pulang bersama.
"Yaudah, yuk pulang bareng. Rumah gue searah kok sama rumah Lo". Aku bergidik ngeri mendengar nya, selama ini aku punya penguntit?? Pikiran buruk ku mulai bermunculan, sampai ia menyentil dahi ku pelan.
"awchh, sakit dong ish". Aku berdecak sebal.
"Siapa juga yang mau nguntit Lo?" Kok dia bisa tau pikiranku??
"Ya gue tau lah, kebaca. Ketulis jelas di muka Lo!" Kini dia menarik tanganku, membawa ku keluar cafe.
Setelah banyak cekcok, aku akhirnya menyetujui untuk pulang bersamanya.
Sebenarnya, aku bisa saja minta tolong pada kakak cowok ku untuk menjemputku, dia tidak akan menolak. Tapi, pergi dengan cowok ini sepertinya tidak buruk juga.
"Gue Nalla, Lo siapa?" Tanyaku. Dia melirik ku sekilas, kemudian kembali fokus ke jalan didepan.
"Hm? Gue Mars" Dia tersenyum tipis, kembali memandangi langit malam.
Aku mengeratkan jaket ku karena merasa cuaca menjadi lebih dingin lagi, lalu sesekali mengusap kedua tangan ku bersamaan. Berusaha menghilangkan rasa dingin yang sedari tadi muncul.
Mars melirikku, kemudian secara tiba tiba mengambil tangan kiri ku untuk ia genggam.
"HAHHH, Weh Lo ngapain Weh? Jangan macem macem Lo" Dia tertawa, kemudian memasukkan genggaman tangan kami kedalam saku jaketnya. Terkesan simple tapi sukses membuat ku terdiam sambil sesekali tersenyum.
"Ya, Lo lagi kedinginan kan? Gue bantu biar ga dingin lagi" kami kembali melanjutkan perjalanan. Iya, kami jalan kaki, jam segini sudah sulit mencari bus arah rumah ku. Hanya butuh waktu 30 menit jika berjalan kaki dari owl cafe ke rumah.
"Lo kok bisa tau kalo rumah gue di Permana?" Tanya ku.
"Lo adiknya Nathan kan? Gue temen dia btw, sering main juga ke rumah Lo". Mataku membulat mendengarnya. Aku bahkan tidak pernah tau kalau ada teman bang Nathan yang sering main ke rumah selain Kak Jema.
"Oh wow, ga nyangka sih gue". Aku kini ikut memandangi langit, sepertinya. Bingung, apa yang menarik dari langit menurutnya? Karena aku saja sudah bosan memandangi langit selama 2 menit full.
"Langitnya bagus, bintangnya banyak." Dia berucap tiba tiba, aku hanya terdiam sembari memandanginya.
"Tapi sedih, katanya orang yang meninggal bakal berubah jadi bintang." Baru saja aku ingin tertawa karena dia masih mempercayai hal seperti itu, tiba tiba dia berkata lagi.
"Tapi, gue bisa liat mama gue. She became a star, right?" Senyumnya kini terlihat sendu, tidak secerah tadi.
"Yes she is, mama lo lagi liatin kita tuh". Aku kini melirik tanganku yang masih digenggam Mars, masih juga berada didalam saku jaketnya.
Tangannya sedikit bergetar, matanya tak pernah lepas dari melihat langit tadi.
"Nall, Lo inget gak?" Pertanyaan nya membuat ku kebingungan.
"Inget apa?" Dia menggerakkan jarinya, menuliskan sesuatu di langit, yang bahkan tidak aku mengerti.
"Apaan? Ga inget apa apa." Aku berucap jujur, memang tidak ingat. Dia kemudian terkekeh lalu mengangguk, genggaman tadi ia lepaskan.
"Yaudah gapapa, sana pulang. Gue liatin dari sini sampe Lo masuk ke rumah". Ternyata, perjalanan tadi terasa sangat singkat. Ia sudah mengantarkan ku sampai didepan rumah.
"Thanks Mars!" Aku memberikan senyum terbaikku, melambaikan tangan ku kepada Mars. Ia balik tersenyum, kemudian melakukan hal yang sama seperti ku.
Terus begitu sampai aku benar benar masuk ke dalam rumah.
"Dari mana Lo hah?". Iya, itu bang Nathan.
"Dari cafe tempat Mars kerja". Bang Nathan terlihat cukup kaget mendengar perkataan ku tadi.
"Wuidiihh sama si Mars, asik iya berduaan? Asik hmm? Untung gue bilang ke mami sama papa kalo Lo lagi ngerjain tugas di rumah si Milla." Aku menaruh tas ku diatas meja makan, kemudian naik ke lantai atas, tempat dimana kamarku berada untuk mengganti pakaian.
Baru saja aku masuk kamar, pintu kamar ku sudah diketuk oleh oknum bernama Nathan itu.
"Nall, ini kue Lo gue makan ya?" Kue? Emangnya tadi aku pesan kue??. Aku kembali keluar dari kamar, merebut kue tersebut kemudian kembali menutup pintu kamar.
"Woi anjir Nalla jangan pelit!" Sahutan itu aku hiraukan, yang menjadi fokusku adalah sticky note yang menempel dibawah paper bag tempat kue kering itu.
"Hi Nalla, buatan gue khusus buat Lo. Soalnya Lo kayak lahap banget tadi ngemil kue keringnya. I've known you for a long time, gue temennya Nathan dari SMP btw haha. This is the special one, dimakan ya Nall!. Dari orang paling ganteng sedunia buat orang paling cantik sedunia! Dari al buat Aya!"
—Mars"
Begitu tulisannya tertulis di sticky note itu. Aku sedikit terkejut ketika dia menyebutku Aya, itu panggilan masa kecil ku. Dan Al adalah panggilan untuk teman masa kecil ku.
"Kita bakal ketemu lagi kan?" Permintaanku barusan seolah langsung terpenuhi ketika ada batu kecil yang sengaja dilempar ke jendela kamar ku.
Aku membuka gorden ku, dan melihat bahwa ada Mars dibawah sana. Ia tersenyum sembari melambai kepadaku, kemudian ia menggerakkan tangannya, seolah memberi tahu ku untuk membaca sticky note yang diberikannya dan untuk memakan cookies buatannya.
Aku tersenyum senang, menunjukkannya sticky note yang sudah aku baca. Ia kini membuat jarinya menjadi bentuk love, kemudian menyuruhku tidur lalu pergi dari sana sambil terus melambai ke arah ku.
Aku memperhatikannya sampai ia menghilang dari pandanganku. Paper bag cookies itu aku peluk, tak peduli kalau ada remah remah kue kering yang akan menempel di kasur ku.
"makaaasih al!!" Ternyata, kisah cinta ku juga bisa seperti novel yang aku baca tadi siang. Bisa semanis kue kering buatan Mars yang terasa sangat enak ini.
Aaah, hari ini yang terbaik.